Home » » Resensi Film Pendidikan

Resensi Film Pendidikan




Judul               : Freedom Writers
Produksi          : Paramount Picture
Tahun              : 2007

Freedom Writers merupakan sebuah film yang berasal dari Amerika. Film ini merupakan adaptasi dari sebuah buku, dimana buku tersebut merupakan kumpulan buku harian siswa-siswa di ruang 203 sekolah menengah atas Woodrow Wilson H.S. Film ini bertemakan pendidikan dengan latar belakang kondisi sosial yang sangat kacau di antara tahun 1992-1994. Pada tahun tersebut kerusuhan, kekerasan antar kelompok atau geng yang mengataskanamakan rasial menjadi pemandangan yang biasa. Tidak ada perdamaian, tidak ada ketenangan! Semua orang menjadi sangat resah, sangat waspada, karena adanya perasaan saling mencurigai. Unsur pendidikan yang kental dari film ini adalah dedikasi seorang guru yang berhasil dalam mendidik siswa-siswanya dengan mengajak siswa-siswanya untuk membaca buku-buku yang inspiratif, menulis kreatif dan berani berpendapat mengenai gagasan-gagasan mereka.

Film ini diawali dengan kejadian yang dialami oleh salah satu murid dari ruang 203, yaitu Eva. Eva adalah seorang gadis berkulit gelap yang berasal dari ras Amerika Latin. Ia menceritakan konflik sosial yang dialaminya. Ia menceritakan ketegangan yang terjadi di lingkungan sosialnya, ia juga menjelaskan bahwa konflik tersebut terjadi pula di lingkungan sekolahnya. Sekolah menjadi tempat berkumpul dan berkomunikasinya masing-masing kelompok. Singkat cerita, di tahun 1994 hadirlah seorang guru bahasa baru bernama Erin Gruwell. Miss Gruwell mendapatkan kesempatan mengajar di ruang 203, ruang kelas Eva. Pada mulanya Miss. Gruwell begitu antusias untuk mengajar para siswa, namun yang terjadi di luar dugaan. Miss Gruwell mendapati siswa-siswanya di kelas sangat acuh terhadapnya dan sering kali terjadi perkelahian antar kelompok di kelas. Mendapati semua itu, sebagai seorang guru, Miss. Gruwell berupaya mencari solusi yang tepat untuk dapat mengajar dengan cara yang tepat di kelas tersebut. Miss. Gruwell tidak menyampaikan materi pelajaran secara klasikal, karena ia tahu akan sia-sia. Tujuan utama dari kegiatan belajar mengajarnya adalah untuk menyatukan kelompok-kelompok yang ada di kelas untuk saling bergabung, saling berkomunikasi dan tidak ada kelompok yang merendahkan kelompok lain. 

Dalam proses pembelajarannya, Mrs. Gruwell selalu menyediakan buku-buku inspiratif dan juga buku harian untuk setiap siswanya. Melalui buku harian, Miss. Gruwell berupaya untuk mengetahui apa yang dirasakan, apa yang dialami dan apa yang dibutuhkan oleh siswa-siswanya. Kebulatan tekat dalam mendidik siswa-siswanya agar menjadi lebih baik, rupanya harus dibayar mahal oleh Miss. Gruwell. Ia harus merelakan kehidupan rumah tangganya hancur berantakan. Kejadian tersebut membuat Miss. Gruwell sangat terpukul, namun ia segera bangkit dan semakin fokus terhadap  tujuan yang hendak dicapainya. 

Dengan beragam upaya, akhirnya ruang 203 menjadi kelas yang menyenangkan, kelas yang hangat dengan nuansa persaudaraan bahkan kekeluargaan. Kepribadian yang baik dari para siswa mulai terbentuk yang diimbangi juga dengan kemampuan dalam bidang akademik. Buku harian yang diberikan Mrs. Gruwell tetap ditulis oleh para siswa hingga akhir tahun pembelajaran. Sampai akhirnya, sebelum menyelesaikan studinya, siswa-siswa ruang 203 diminta untuk menyusun seluruh buku hariannya yang kemudian akan dibukukan. Judul dari kumpulan buku harian tersebut adalah “The Freedom Writers Diary” yang tanpa disangka dapat diterbitkan pada tahun 1999. Akhirnya, film ini ditutup dengan sangat manis, siswa-siswa ruang 203 mampu menunjukan keunggulannya dengan tingkat kelulusan 100% dan yang lebih mempesona adalah beberapa siswa mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. 

Film ini menjadi salah satu film yang mampu menginspirasi dan menjadi refleksi. Dedikasi dari seorang guru yang bukan hanya memberikan pengajaran untuk dapat menuntaskan materi ajar, melainkan berupaya membentuk pola pikir dan kepribadian siswa. Kebobrokan yang terjadi di lingkungan luar menjadi tantangan baginya untuk menyelamatkan kepribadian-kepribadian yang seharusnya lebih manusiawi. Pola pikir dan kepribadian yang lebih baik bukan hanya berhasil dalam ruang lingkup kelas, melainkan teraplikasikan juga dalam kehidupan sehari-hari siswa. Itulah pendidikan yang sesungguhnya.

0 komentar:

Posting Komentar